KODE ETIK PROFESI
Manfaat Kode Etik Profesi
Munro dalam Peter W.F.Davies
(1997:97-106), menegaskan, sekurang-kurangnya terdapat empat manfaat kode etik
profesi.
1.
Kode etik profesi
dapat meningkatkan kredibilitas korporasi atau perusahaan. Adanya kode etik
profesi, secara internal mengikat semua pihak dengan norma-norma moral yang
sama sehingga akan mempermudah pimpinan untuk mengambil keputusan dan kebijakan
yang sama untuk kasus-kasus sejenis. Hal ini dengan sendirinya akan
meningkatkan kredibilitas perusahaan baik secara internal maupun eksternal.
2.
Kode etik profesi
menyediakan kemungkinan untuk mengatur dirinya sendiri, bagi sebuah korporasi
dan bisnis-bisnis pada umumnya. Pada aras ini, kode etik profesi dapat
mendewasakan sebuah korporasi dalam arti kode etik profesi dapat membantu semua
yang terlibat secara internal dalm korporasi itu untuk meminimalisir
ketimpangan-ketimpangan yang biasanya terjadi pada masa sebelum ada kode etik
profesi. Pada tataran kongret, hadirnya kode etik profesi dapat meminimalisir
campur tangan pemerintah khususnya dalam ikatannnya dengan kasus-kasus
ketenagakerjaan dan prosedur perdagangan.
3.
Kode etik profesi
dapat menjadi alat atau sarana untuk menilai dan mengapresiasi tanggung jawab
sosial perusahaan. Dari segi efisiensi, rumusan dalam kode etik profesi
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan hendaknya tidak terlalu umum.
Sebaliknya, harus disertai dengan keterangan yang cukup agar menghindarkan
korporasi atau perusahaan dari kecenderungan untuk melaksankan tanggung jawab
sosial hanya pada tataran minmal.
4.
Kode etik profesi
merupakan alat yang ampuh untuk menghilangkan hal-hal yang belum jelas
menyangkut norma-norma moral, khususnya ketika terjadi konflik nilai, misalnya
menerima dan mempekerjakan seorang ibu yang telah berusia 60 tahun dengan
alasan inu itu tidak memiliki siapa-siapa lagi yang dapat menjadi sandaran
hidupnya. Menurut ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, tentu
perusahaan tidak diperkenankan mempekerjakan ibu tersebut. Namun, apakah
seorang pengusaha boleh menerima dan mempekerjakan
ibu tersebut atas dasar empati dan ibadah? Apakah pebisnis atau pengusaha dapat
menerima dan pekerjakan ibu tersebut atas nama kepedulian moral?
Jawaban atas persoalan di atas merupakan wilayah virtue ethics atau etika
keutamaan, bukan etika profesi. Pada tataran virtue ethics atau etika
keutamaan, pengusaha memiliki kewajiban moral untuk membantu sesama yang patut
dibantu. Alasannya semata-mata urusan moral. Sebagai makhluk yang bermoral,
manusia wajib membantu sesamanya yang menderita apalagi seorang tua yang tidak
memiliki siapa-siapa sebagai sandaran hidup. Dengan demikian, para tataran
moral pebisnis atau penguasaha wajib membantu orang tersebut dalam posisinya
sebagai manusia yang baik, bukan sebagai seorang pebisnis yang baik. Refleksi
kritis atau etika akan memapukannya untuk membuat pertimbangan-pertimbangan
kritis dan mengambil langkah yang tepat untuk membantu ibu tersebut, misalnya,
pengusaha dapat membantu ibu tersebut dengan memberikan pekerjaan yang tidak
secara langsung menyentuh atau berhubungan dengan perusahaan atau korporasinya.
Dengan menjadi pembantu di rumahnya dapat menjadi alternatif yang pas untuk
itu. Pada tataran ini, etika, khususnya kode etik profesional, dapat membantu
seorang pebisns mengambil langkah yang tepat ketika menghadapi konflik nilai
yang sering terjadi pada tataran praktis.
Keempat kriteria di atas jika diterapkan secara konsisten dan konsekuen
akan menjadi kode etik profesi yang berlaku efektif. Berlaku efektif di sini
sama sekali tidak berarti bahwa semua yang terkait melaksanakannya karena takut
di kenai sanksi atau karena terpaksa.
Source : Etika Bisnis - L.Sinuor Yosephus
No comments:
Post a Comment